Rabu, 18 Juli 2012

Stimulasi Dini, perlukah?

Banyak orangtua berpandangan bahwa sejak kecil anak harus distimulasi agar otak mereka berkembang dan tumbuh menjadi anak yang pintar. Namun, menurut Najelaa Shihab, praktisi pendidikan dari Sekolah Cikal, anggapan ini sebenarnya kurang tepat. Menurutnya, untuk anak usia di bawah tiga tahun, stimulasi dini yang diberikan orangtua, misalnya dengan memberi mainan, sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dan emosionalnya.
"Ketika bicara tentang stimulasi dini, banyak orang berasumsi ini (hanya) merupakan upaya untuk meningkatkan kecerdasan kognitif anak," tukas Najelaa kepada Kompas Female, usai talkshow "Mitos dan Fakta Stimulasi Dini di Rumah" yang digelar oleh Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dalam rangkaian acara Breastfeeding Fair 2012 di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (2/5/2012) lalu.
Tak salah memang, jika stimulasi dini pada anak berdampak pada peningkatan kemampuan kognitif. Hanya saja, stimulasi yang paling tepat adalah untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial dan emosionalnya. Dalam jangka panjang, kelak juga akan memengaruhi kemampuan kognitif anak.
Banyak cara yang bisa digunakan untuk menstimulasi anak, seperti dengan memberikan mainan, nonton televisi, membacakan cerita, dan lain sebagainya. Namun, stimulasi yang paling efektif adalah dengan berinteraksi dengan orang lain. "Bayi dan anak juga membutuhkan orang lain, selain keluarga. Bonding atau ikatan interaksi sosial ini sangat dibutuhkan anak untuk membantunya mengatasi masalah dan bersosialisi di dunia nyata yang nantinya akan mereka hadapi," bebernya.
Interaksi yang nyata dengan orang lain akan lebih mudah diserap anak dan mengembangkan kemampuan berpikir dan bersosialisasi dengan lebih baik dibandingkan dengan stimulasi dari gadget, televisi, atau hal lainnya. Anak juga akan terdorong untuk menjadi lebih peka pada kondisi sekitarnya, membantu mereka untuk bisa mengatasi berbagai masalah (problem solving), lebih bertanggung jawab, pandai bergaul, berempati, dan mengetahui reaksi orang terhadap berbagai hal yang mereka lakukan.
"Ketika orangtua berinteraksi dengan sang anak sebagai salah satu stimulasi yang dilakukan, maka anak akan lebih mampu mengetahui reaksi apa yang terjadi pada orangtuanya saat ia menangis. Inilah yang diperlukan anak, untuk bisa mengembangkan diri dan menjadi pelajaran untuk dirinya," tambahnya.
Dengan adanya stimulasi sejak dini, secara tak langsung kondisi emosional anak juga akan dilatih. Dengan interaksi nyata, anak akan berlatih untuk mampu mengendalikan emosi terhadap apa yang mereka alami. Pada akhirnya hal ini akan membantu anak untuk lebih sabar dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Interaksi sosial juga akan membuat anak mendapatkan pengalaman baru yang membuat mereka belajar, dan pada akhirnya bisa mengasah otak dan membuat mereka menjadi lebih pandai.
"Kurang tepat jika orangtua melakukan stimulasi sejak dini hanya untuk membuat anaknya pintar secara akademis (kognitif). Kepandaian itu adalah efek dari kemampuan mereka untuk bersosialisasi dan mengatur emosionalnya. Sehingga ketika stimulasi  untuk mengenalkan anak pada sisi sosialisasi dan emosi dilakukan dengan tepat, anak pasti akan pandai, dan bukan sebaliknya" pungkas Najeela.(sumber : KOMPAS.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar