Banyak orangtua berpandangan bahwa
sejak kecil anak harus distimulasi agar otak mereka berkembang dan
tumbuh menjadi anak yang pintar. Namun, menurut Najelaa Shihab, praktisi
pendidikan dari Sekolah Cikal, anggapan ini sebenarnya kurang tepat.
Menurutnya, untuk anak usia di bawah tiga tahun, stimulasi dini yang
diberikan orangtua, misalnya dengan memberi mainan, sebaiknya dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dan emosionalnya.
"Ketika
bicara tentang stimulasi dini, banyak orang berasumsi ini (hanya)
merupakan upaya untuk meningkatkan kecerdasan kognitif anak," tukas
Najelaa kepada Kompas Female, usai talkshow "Mitos dan
Fakta Stimulasi Dini di Rumah" yang digelar oleh Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI) dalam rangkaian acara Breastfeeding Fair 2012 di Grand
Indonesia, Jakarta, Rabu (2/5/2012) lalu.
Tak salah memang, jika
stimulasi dini pada anak berdampak pada peningkatan kemampuan kognitif.
Hanya saja, stimulasi yang paling tepat adalah untuk meningkatkan
kemampuan interaksi sosial dan emosionalnya. Dalam jangka panjang, kelak
juga akan memengaruhi kemampuan kognitif anak.
Banyak cara yang
bisa digunakan untuk menstimulasi anak, seperti dengan memberikan
mainan, nonton televisi, membacakan cerita, dan lain sebagainya. Namun,
stimulasi yang paling efektif adalah dengan berinteraksi dengan orang
lain. "Bayi dan anak juga membutuhkan orang lain, selain keluarga. Bonding atau
ikatan interaksi sosial ini sangat dibutuhkan anak untuk membantunya
mengatasi masalah dan bersosialisi di dunia nyata yang nantinya akan
mereka hadapi," bebernya.
Interaksi
yang nyata dengan orang lain akan lebih mudah diserap anak dan
mengembangkan kemampuan berpikir dan bersosialisasi dengan lebih baik
dibandingkan dengan stimulasi dari gadget, televisi, atau hal
lainnya. Anak juga akan terdorong untuk menjadi lebih peka pada kondisi
sekitarnya, membantu mereka untuk bisa mengatasi berbagai masalah (problem solving), lebih bertanggung jawab, pandai bergaul, berempati, dan mengetahui reaksi orang terhadap berbagai hal yang mereka lakukan.
"Ketika
orangtua berinteraksi dengan sang anak sebagai salah satu stimulasi
yang dilakukan, maka anak akan lebih mampu mengetahui reaksi apa yang
terjadi pada orangtuanya saat ia menangis. Inilah yang diperlukan anak,
untuk bisa mengembangkan diri dan menjadi pelajaran untuk dirinya,"
tambahnya.
Dengan adanya stimulasi sejak dini, secara tak langsung
kondisi emosional anak juga akan dilatih. Dengan interaksi nyata, anak
akan berlatih untuk mampu mengendalikan emosi terhadap apa yang mereka
alami. Pada akhirnya hal ini akan membantu anak untuk lebih sabar dan
bijaksana dalam mengambil keputusan. Interaksi sosial juga akan membuat
anak mendapatkan pengalaman baru yang membuat mereka belajar, dan pada
akhirnya bisa mengasah otak dan membuat mereka menjadi lebih pandai.
"Kurang
tepat jika orangtua melakukan stimulasi sejak dini hanya untuk membuat
anaknya pintar secara akademis (kognitif). Kepandaian itu adalah efek
dari kemampuan mereka untuk bersosialisasi dan mengatur emosionalnya.
Sehingga ketika stimulasi untuk mengenalkan anak pada sisi sosialisasi
dan emosi dilakukan dengan tepat, anak pasti akan pandai, dan bukan
sebaliknya" pungkas Najeela.(sumber : KOMPAS.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar